Dibalik nama besar PO.NUSANTARA ada bpk.handojo budianto d'belakang nya.
Memulai usaha dalam usia 23 tahun, tak membuat Handojo Budianto gentar menghadapi kerasnya bisnis transportasi bus. Bergabung dengan bisnis ayahandanya dalam bendera PO Nusantara tahun 1989, pria kelahiran Kudus ini merintis trayek baru Kudus – Semarang – Yogya. “Waktu itu saya dikasih ‘modal’ dua unit bus,” kata Handojo saat berbincang dengan haltebus.com di kantornya.
Dia sengaja memilih jalur yang belum dilayani oleh operator bus saat itu. Kudus – Semarang – Yogya dipilih dengan alasan, banyaknya warga Kudus dan Semarang yang berpergian ke Yogya. Tak hanya melancong, banyak juga warga Kudus yang bersekolah di kota yang juga dikenal sebagai kota pendidikan. Strateginya cukup jitu. Lambat laun bus-busnya bertambah.
Tak sampai lima tahun, trayeknya juga bertambah satu per satu. PO Nusantara melebarkan sayap hingga Jakarta pada tahun 1994. Operator bus yang awalnya hanya memiliki 30 unit bus dan melayani Semarang-Kudus dan Semarang-Lasem ini mulai berkembang. Tak berselang lama juga dibuka trayek Kudus-Semarang-Bandung. Tahun 2004 divisi pariwisata dibuka dengan mengusung label Symphonie. Kini armada PO Nusantara sekitar 400 unit dengan trayek berkembang ke berbagai jurusan seperti Purwokerto, Tegal, Surabaya dan Malang. “Selain saya, ada adik saya nomor enam, Christian Nathanael Budianto yang ikut mengembangkan usaha ayah kami ini,” kata dia sambil tersenyum.
Putra kedua dari Jonathan Budianto memang memiliki latar belakang pendidikan di bidang mesin. Namun, dia mengaku, tanpa didukung hobi berbisnis di bidang transportasi bus tidaklah mudah. Dalam pandangannya, orang bisa punya banyak bus, tetapi tanpa didukung hobi mereka tak akan bisa menikmati seni mengelola bus.
Kesenangan menjalani bisnis transportasi bus, bagi Handojo adalah yang utama. Hal lain yang juga tak kalah pentingya yakni memperhatikan karyawan. “Ayah saya berpesan, perhatikan kesejahteraan karyawan, itu yang utama. Karena itu, kami di sini bekerja sama dengan asuransi untuk pembiayaan karyawan yang harus dirawat di rumah sakit. Mereka tak perlu khawatir dalam bekerja,” kata dia.
Bagi Handojo, karyawan menjadi aset utama berjalannya sebuah perusahaan bus yang mengedepankan pelayanan. Membuat karyawan bisa bekerja dengan tenang, berarti mengurangi resiko pelampiasan kekesalan pada penumpang. Bagaimana caranya? Ada satu aturan unik yang diterapkan manajemen PO Nusantara yang sudah berlaku sejak kepemimpinan Jonathan, yakni gaji diambil oleh para istri karyawan. Pemikirannya cukup sederhana, agar gaji diterima keluarga dan istri juga mengetahui situasi tempat sang suami bekerja.
Handojo mengaku tak jarang pula mendengarkan masalah-masalah rumah tangga para karyawannya. Hanya dengan cara seperti ini, ayah satu putra itu, bisa menghargai karyawannya. Bagi sebagian orang yang mengenal armada-armada modern PO Nusantara mungkin tak percaya dengan nilai-nilai tradisonal jawa mereka terapkan. Tetapi itulah yang terjadi. Di antara deru mesin Scania, Mercedes-Benz dan Hino keluaran terbaru, Handojo masih menyempatkan meluangkan waktu untuk karyawannya. “Ada yang sering dilupakan orang. Terkadang melakoni pekerjaan itu tak semata karena uang, ada hal lain yang lebih penting yaitu di-wong ke (baca: dihargai),” ujarnya bersemangat.
Meski berpendidikan Amerika, Handojo sangat yakin pemahaman jawa tentang menghargai sesama. Pelayanan yang ditawarkan pada pelanggannya tak bisa berjalan effektif tanpa ada karyawan yang memiliki loyalitas. Mungkin inilah yang dimaksud dengan menjalankan bisnis transportasi dengan kesenangan. Selain hobi utak-atik mesin, ternyata menjadi pengusaha bus juga wajib hobi mendengarkan masalah yang dihadapi karyawannya. Setidaknya itu yang dilakoni Handojo Budianto.
Memulai usaha dalam usia 23 tahun, tak membuat Handojo Budianto gentar menghadapi kerasnya bisnis transportasi bus. Bergabung dengan bisnis ayahandanya dalam bendera PO Nusantara tahun 1989, pria kelahiran Kudus ini merintis trayek baru Kudus – Semarang – Yogya. “Waktu itu saya dikasih ‘modal’ dua unit bus,” kata Handojo saat berbincang dengan haltebus.com di kantornya.
Dia sengaja memilih jalur yang belum dilayani oleh operator bus saat itu. Kudus – Semarang – Yogya dipilih dengan alasan, banyaknya warga Kudus dan Semarang yang berpergian ke Yogya. Tak hanya melancong, banyak juga warga Kudus yang bersekolah di kota yang juga dikenal sebagai kota pendidikan. Strateginya cukup jitu. Lambat laun bus-busnya bertambah.
Tak sampai lima tahun, trayeknya juga bertambah satu per satu. PO Nusantara melebarkan sayap hingga Jakarta pada tahun 1994. Operator bus yang awalnya hanya memiliki 30 unit bus dan melayani Semarang-Kudus dan Semarang-Lasem ini mulai berkembang. Tak berselang lama juga dibuka trayek Kudus-Semarang-Bandung. Tahun 2004 divisi pariwisata dibuka dengan mengusung label Symphonie. Kini armada PO Nusantara sekitar 400 unit dengan trayek berkembang ke berbagai jurusan seperti Purwokerto, Tegal, Surabaya dan Malang. “Selain saya, ada adik saya nomor enam, Christian Nathanael Budianto yang ikut mengembangkan usaha ayah kami ini,” kata dia sambil tersenyum.
Putra kedua dari Jonathan Budianto memang memiliki latar belakang pendidikan di bidang mesin. Namun, dia mengaku, tanpa didukung hobi berbisnis di bidang transportasi bus tidaklah mudah. Dalam pandangannya, orang bisa punya banyak bus, tetapi tanpa didukung hobi mereka tak akan bisa menikmati seni mengelola bus.
Kesenangan menjalani bisnis transportasi bus, bagi Handojo adalah yang utama. Hal lain yang juga tak kalah pentingya yakni memperhatikan karyawan. “Ayah saya berpesan, perhatikan kesejahteraan karyawan, itu yang utama. Karena itu, kami di sini bekerja sama dengan asuransi untuk pembiayaan karyawan yang harus dirawat di rumah sakit. Mereka tak perlu khawatir dalam bekerja,” kata dia.
Bagi Handojo, karyawan menjadi aset utama berjalannya sebuah perusahaan bus yang mengedepankan pelayanan. Membuat karyawan bisa bekerja dengan tenang, berarti mengurangi resiko pelampiasan kekesalan pada penumpang. Bagaimana caranya? Ada satu aturan unik yang diterapkan manajemen PO Nusantara yang sudah berlaku sejak kepemimpinan Jonathan, yakni gaji diambil oleh para istri karyawan. Pemikirannya cukup sederhana, agar gaji diterima keluarga dan istri juga mengetahui situasi tempat sang suami bekerja.
Handojo mengaku tak jarang pula mendengarkan masalah-masalah rumah tangga para karyawannya. Hanya dengan cara seperti ini, ayah satu putra itu, bisa menghargai karyawannya. Bagi sebagian orang yang mengenal armada-armada modern PO Nusantara mungkin tak percaya dengan nilai-nilai tradisonal jawa mereka terapkan. Tetapi itulah yang terjadi. Di antara deru mesin Scania, Mercedes-Benz dan Hino keluaran terbaru, Handojo masih menyempatkan meluangkan waktu untuk karyawannya. “Ada yang sering dilupakan orang. Terkadang melakoni pekerjaan itu tak semata karena uang, ada hal lain yang lebih penting yaitu di-wong ke (baca: dihargai),” ujarnya bersemangat.
Meski berpendidikan Amerika, Handojo sangat yakin pemahaman jawa tentang menghargai sesama. Pelayanan yang ditawarkan pada pelanggannya tak bisa berjalan effektif tanpa ada karyawan yang memiliki loyalitas. Mungkin inilah yang dimaksud dengan menjalankan bisnis transportasi dengan kesenangan. Selain hobi utak-atik mesin, ternyata menjadi pengusaha bus juga wajib hobi mendengarkan masalah yang dihadapi karyawannya. Setidaknya itu yang dilakoni Handojo Budianto.
No comments:
Post a Comment